Jumat, 23 Desember 2011

Mitos Rocker Berpotensi Mati di Usia 27

Musisi punya keinginan untuk mati saat berusia 20-an hingga 30-an tahun cuma mitos belaka

 

Ada anggapan di kalangan rocker bahwa usia 27 tahun merupakan saat yang paling monumental untuk mati. Ini merujuk pada sejumlah rocker kelas wahid dunia yang mati di usia 27 tahun, saat mereka berada di puncak karirnya.

Sebut saja nama Janis Joplin, Jimi Hendrix, vokalis The Doors Jim Morrison, dan pendiri The Rolling Stones Brian Jones, yang mati di usia 27. Vokalis Nirvana Kurt Cobain pun disebut-sebut sengaja bunuh diri di usia 27, agar bisa masuk "27 Club". Terakhir, musisi rock yang mati di usia 27 adalah Amy Winehouse.

Selama ini ada yang mengaitkan gaya hidup yang selama ini identik dengan slogan "sex, drugs, and rock and roll" sebagai penyebab mereka mati di umur 27. Tapi peneliti dari Universitas Teknologi Queensland membantah 27 tahun sebagai usia puncak gaya hidup tersebut.

Seperti dikutip dari laman Daily Mail, suatu penelitian mengungkap musisi yang ingin mati di usia 20-an dan 30-an memang memiliki potensi dua hingga tiga kali lipat dibanding khalayak umum. Tapi mati di usia 27 hanya kebetulan semata.

Adrian Barnett yang memimpin penelitian ini mengatakan, untuk menguji "27 Club", harus dilakukan perbandingan antara musisi terkenal yang mati di usia itu dengan khalayak umum, misalnya di Inggris Raya.

"Kami masukkan juga 1.046 musisi (penyanyi solo dan anggota band) yang telah memiliki album nomor satu di daftar lagu terbaik Inggris periode 1956 hingga 2007," ucap Barnett. "Selama periode itu ada 71 musisi (7 persen) yang mati," lanjutnya.

Sampel penelitian itu, Barnett menjelaskan, termasuk crooner (penyanyi solo pop klasik seperti Frank Sinatra atau Perry Como), bintang heavy metal, bintang rock and roll, hingga Muppets. Total, setidaknya ada 21.750 musisi di periode itu.

"Kami menemukan tak ada puncak resiko untuk mati di usia itu. Tapi musisi di usia 20-an dan 30-an memang dua hingga tiga kali memiliki keinginan mati muda dibanding populasi umum di Inggris," jelas Barnett.

Bahkan, penelitian ini mengungkap bahwa awal tahun '80an merupakan puncak kematian musisi yang berusia 20 hingga 40 tahun. Menariknya, tak ada kematian di usia 20 hingga 40 di periode akhir '80an.

"Kami berspekulasi bahwa periode itu (akhir '80an) merupakan periode pemulihan terbaik dari overdosis heroin."

Kesimpulannya, Barnett dan koleganya menyebut "27 Club" didasarkan pada mitos. Walau begitu, secara umum ada potensi keinginan untuk mati para musisi di usia 20-an hingga 30-an.

Di Indonesia sendiri, kematian di usia 27 tahun menjadi populer sejak periode '60an. Di "Catatan Harian Seorang Demonstran" misalnya, Soe Hok Gie beberapa kali menyebut mengenai "27 Club".

Soe Hok Gie memang seperti terinspirasi untuk mati muda. Bahkan, Soe Hok Gie sering mengutip ucapan filsuf Yunani:

"Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."

Soe Hok Gie sendiri kemudian meninggal pada 16 Desember 1969, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27. Aktivis mahasiswa yang ikut melakukan demonstrasi di masa pemerintahan Presiden Soekarno ini meninggal akibat menghirup asap beracun, saat berada di Gunung Semeru. Saat itu, Hok Gie meninggal bersama salah satu rekan perjalanannya, • VIVAnews 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar